“Buku ialah gudang pengetahuan”, tentu pembaca tidak asing dengan peribahasa itu. Buku memang sumber ilmu dan pengetahuan hingga untuk ketahui pengetahuan yang berada di dalam buku itu kita perlu membacanya. Tetapi, di zaman yang serba hebat ini budaya membaca buku secara utuh perlahan-lahan tergeser. Beberapa orang memiliki pendapat membaca buku habiskan waktu lama, sedang sekarang ini telah ada tehnologi yang menolong kita cari apa yang diharapkan lebih cepat dan tepat.
Kemajuan tehnologi pada beberapa manusia membuat pengurangan ketertarikan membaca buku, tingkatkan skema berpikiran ringkas dengan jurus unggulan mesin perayap di internet. Menurut Smith, seperti diambil oleh Ginting (2005), “Membaca sebagai proses yang membuat sebuah pengetahuan sari bacaan (text) yang tercatat,” hingga membaca sebagai hal yang penting, ditambah lagi untuk kelompok siswa.
Dari membaca, pelajar lakukan proses belajar langkah pahami bacaan dan mengaitkan isi bacaan itu. Karena ada proses belajar lewat membaca, pelajar diharap bisa mempernyerap imu pengetahuan secara utuh dan betul, tidak cuma dari website yang kadang cuman menyuguhkan info secara partial.
Membaca ialah sisi proses dari belajar yang harus harus dilaksanakan oleh siswa. Makin banyak membaca, makin banyak pengetahuan yang didapat. Makin banyak pengetahuan yang didapat, makin banyak mendukung kepandaian siswa lewat luasnya wacana yang terekam dalam memory otaknya.
Bukan memiliki arti penulis berasumsi jika perkembangan tehnologi cuman bawa imbas jelek, ya. Dengan tehnologi sekarang ini kita dapat terhubung beragam bahan bacaan dari seluruh dunia tanpa batasan. Dimulai dari buku electronic, majalah, hasil riset, informasi, artikel, biografi, resensi, dan beragam bahan bacaan yang lain bisa dipakai sebagai media pendukung dalam kegiatan pengajaran. Tinggal kita perlu pilih sumber bacaan yang pas dan tentu saja harus yakinkan membaca apa yang telah kita mengumpulkan, tidak sekedar penuhi ruangan memory computer.
Selain memberikan pengetahuan akan sari bacaan secara tekstual, kegiatan membaca juga sanggup jadi media tumbuhkan, memberikan, dan meningkatkan nilai-nilai pengajaran watak pada pelajar, baik lewat bacaan fiksi atau nonfiksi. Pada bacaan fiksi, seperti novel dan narasi pendek, pelajar akan memperoleh pengalaman akan perpecahan permasalahan, keteladanan watak figur, background sosial bungkusyarakatan pada latar narasi dan beragam muatan lain. Pada bacaan nonfiksi, seperti biografi dan text riwayat, pelajar akan memupuk wacana berkebangsaan dan tumbuhkan rasa cinta pada tanah air.
Membaca lewat buku text atau membaca lewat media electronic ke-2 nya sama tumbuhkan sikap krisis asal didasari dengan watak positif yang ditumbuhkan dari pada diri. Watak tesebut jadi benteng yang dipunyai oleh pelajar untuk bertanggungjawab dan sanggup memisah bacaan-bacaan yang pantas untuk dibaca sebagai individu intelek. Watak itu jadi benteng yang berperan sebagai pengingat jika pelajar mempunyai beberapa batasan akan kesadaran kepribadian dalam manfaatkan perkembangan tehnologi saat ini.
Aktivitas membaca memang bawa imbas. Imbas positif berbentuk kaya wacana dan pengetahuan. Imbas positif berbentuk krisis dalam meneliti kebenaran info. Imbas positif berbentuk rasa cinta akan ilmu dan pengetahuan. Beberapa dari kita sejauh ini tidak sadar jika hilangkan budaya membaca sama seperti dengan tutup pintu ilmu dan pengetahuan karena menulis dan hitung juga tidak terlepas dari kegiatan membaca.
Membaca ialah jendela ilmu dan pengetahuan. Bahan bacaan ialah jendela dunia. Tanpa perlu menanti kaya, kita telah “kaya” karena dengan membaca kita bisa menelusuri ke seluruh dunia kapan saja kita menginginkannya.
Komentar
Posting Komentar